Review Jurnal:  Traditional agriculture: a climate-smart approach for sustainable food production

Singh, R., Singh, G.S. Traditional agriculture: a climate-smart approach for sustainable food production. Energ. Ecol. Environ. 2, 296–316 (2017). https://doi.org/10.1007/s40974-017-0074-7



Pertanian Tradisional: Konsep dan Ciri Agroekologi

Pertanian tradisional, yang terakumulasi dari pengetahuan holistik dalam berbagai bidang seperti pertanian, iklim, tanah, hidrologi, tanaman, hewan, hutan, dan kesehatan manusia, membentuk dasar penting dalam interaksi manusia dengan alam. 

Sebagai praktik tertua yang dilakukan oleh manusia, pertanian tradisional tidak hanya memberikan sumbangan signifikan terhadap pengembangan ilmiah di bidang pertanian, tetapi juga telah mampu memberi makan populasi besar selama ribuan tahun.

Meskipun pertanian modern telah tersebar luas, sekitar 1,9–2,2 miliar orang masih mempertahankan metode tradisional, terutama petani kecil yang mengelola 84% pertanian global dengan lahan kurang dari 2 ha. Petani kecil, sebagai pengelola praktik pertanian tradisional, menunjukkan ketahanan terhadap perubahan lingkungan dengan pengetahuan dan pengalaman mereka, beradaptasi melalui perubahan praktik pertanian dan pilihan tanaman yang sesuai.

Keanekaragaman hayati dalam pertanian tradisional menjadi semakin penting karena pertanian monokultur intensif telah menyebabkan kehilangan 80% lahan subur dunia dan 75% keanekaragaman tanaman pangan. 

Petani tradisional diakui sebagai penjaga sumber daya alam, melestarikan genotipe melalui varietas tanaman tradisional yang tahan terhadap tekanan lingkungan, termasuk perubahan iklim.

Lanskap pertanian tradisional yang berkelanjutan dan dilestarikan menjadi nilai penting dalam segi estetika, alam, budaya, sejarah, dan sosial ekonomi. Terdapat contoh menonjol seperti Ghats Barat di India, lanskap Satoyama di Jepang, dan lanskap terasering di Tiongkok Barat Daya, yang menunjukkan praktik pertanian tradisional yang berlangsung dalam jangka waktu lama.

Praktik pertanian tradisional juga mencakup integrasi tanaman dan peternakan, strategi yang membantu mengurangi ketergantungan pada input eksternal seperti bahan bakar fosil, pupuk, dan pestisida. 

Sistem pertanian tradisional, berbeda dengan pertanian modern, menjalin hubungan dua arah melalui daur ulang pertanian dan limbah lainnya, sementara keanekaragaman hayati pertanian menyediakan jasa ekosistem yang mengurangi kebutuhan input di luar pertanian.

Dengan mengandalkan pengetahuan lokal dan sumber daya yang tersedia, petani tradisional telah berhasil mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan yang tahan terhadap variabilitas lingkungan, menawarkan alternatif yang menarik dalam konteks pertanian di era perubahan iklim.